Tuesday 17 July 2012

KUMPULAN SMS DAN BBM RAMADHAN 2012 (GRATIS)

Jika hati ini seringkali jengkel,
Jadikan ia jernih sejernih XL,
Jika hati ini seringkali iri,
Jadikan ia cerah secerah MENTARI,
Jika hati ini seringkali dendam
Jadikan ia penuh kemesraan FREN
Jika hati ini seringkali dengki
Jadikan ia penuh SIMPATI
Ahlan Wa Sahlan Wa Marhaban Ya Ramadhan
Bebaskan Diri dari ROAMING dosa,
Raihlah HOKI
Raihlah JEMPOL dari Ilahi


SEIRING TERBENAM MENTARI DI AKHIR SYA’BAN,
TIBALAH KINI BULAN RAMADHAN,
PESAN INI SEBAGAI GANTI JABAT TANGAN UNTUK
MOHONKAN MAAF DAN KEKHILAFAN.
MARHABAN YA RAMADHAN.


Tiada kemenangan tanpa zikrullah
tiada amal tanpa keikhlasan
tiada ampunan tanpa maaf dari sesama
marhaban ya ramadhan..


Ada raksasa bLi puLsa..
Ga krasa dah mw puasa…

Brung kk Tua nempLok dijendeLa
jgn Lpa perbnyk pahaLa..

Ada pepaya dmkan jerapah..
Maf’n aq ya klo pny sLah…

happy ramadhan !


sobAT2 que se tanah air, marilah sama2 kita persiapkan diri menuju Bulan Penuh Rahmat Berkah AmPuNaN,,, Mari Saling Memaafkan Segala KesalaHaN dan KeKhiLaFan AgaR PenUh MaKnA dlm Menyemai Keiklasan, MeMuPuK KeSaBaRaN, MeNuMbUhKaN SeMaNgaT IbAdAH GuNa MeMeTiK “KEMENANGAN BESAR”…. Insy4JJ1.
MaRhAbAN ……………Ya…………..RaMaDhaN………..

SMS Selamat Puasa Ramadhan 2012 Komplit

tak terasa satu tahun telah terlewat kan kini ia mengunjungi kita lagi Ramadhan Yamarhaban Bulan Penuh Berkah, Bulan Penuh Rahmad, Bulan Penuh Ampunan ……. Sungguh mualia Bulan Suci Rahmadhan
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa …

Ya Allah……
Perkayalah Saudaraku ini dengan keilmuan
Hiasi hatinya dengan kesabaran
Muliakan wajahnya dengan ketaqwaan
Perindalah fisiknya dengan kesehatan
Serta terimalah amal ibadahnya dengan kelipat gandaan
Karena hanya Engkau Dzat penguasa sekalian alam
Marhaban Ya Ramadhan...
Mohon maaf lahir dan bathin...

Jika semua HARTA adalah RACUN maka ZAKAT-lah penawarnya,
Jika seluruh UMUR adalah DOSA maka TAQWA&TOBAT lah obatnya,
Jika seluruh BULAN adalah NODA maka RAMADHAN lah pemutihnya,MOHON MAAF LAHIR&BATHIN,SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA.

Semua yang kulakukan adalah untuk kebahagianmu.
Segalanya adalah untukmu.
Hanya saja aku bukan lelaki yang sempurna
selalu saja ada kata dan kesalahan
yang mungkin bisa menyakiti hatimu.
Selamat berpuasa sayang, terimalah maafku.
Bersama 1000 cinta,.


Maaf kalo selama ini aku suka bikin kamu kesal.
Jujur juga, memang aku gak gampang ngertiin kamu.
Tapi aku 100% cinta kamu.
Met Puasa, maafkan aku lahir dan batin ya.
I Love U.

Sms Ramadhan Selamat Puasa 2012 1433 Hijriah

Tiada kemenangan tanpa zikrullah
tiada amal tanpa keikhlasan
tiada ampunan tanpa maaf dari sesama
marhaban ya ramadhan..


Fajar ramadhan segera menghampiri dunia, selembar sutra menghapus noda, sebening embun penyejuk kalbu, sucikan hati bersihkan jiwa di bulan yang suci. selamat menunaikan ibadah puasa 1429 H semoga amal kita diterima disisi Alllah SWT..Amiiin…


Marhaban ya Ramadhan,
semoga bulan ini penuh BBM (Bulan Barokah dan Maghfirah)
mari kita PREMIUM (Pre Makan dan Minum)
serta SOLAR (Sholat Lebih Rajin ), dan
MINYAK TANAH (Meningkatkan Iman dan Banyak Tahan Nafsu Amarah)
serta PERTAMAX (Perangi Tabiat Maksiat)
Mohon Maaf Lahir dan Bathin


Perkataan yg indah adlh “ALLAH”
Lagu yg merdu adlh “ADZAN”
Media yg terbaik adlh “AL QUR’AN”
Senam yg sehat adlh “SHALAT”
Diet yg sempurna adlh “PUASA”
Kebersihan yg menyegarkan adlh “WUDHU”
Perjalanan yg indah adlh “HAJI”
Khayalan yg baik adlh ingat akan “DOSA&TAUBAT”

Mudah2an bln yg suci ini bs membawa iman dan takwa, Amien..

Let’s join us for ‘RAMADHAN SALE
Diskon pnghapus dosa besar2an s/d 100% utk semua jns dosa
Tin9ktkn ibadah wajib, sunnah, perbnyk istigfar%shdaqah
Lebih heboh lg, ikuti DOOR PRIZE lailatul qadar
Slamat berpuasa maaf lahir batin


Nafaspun menjadi tasbih, tidurpun menjadi ibadah, amal diterima&doa2 dijabah
bagi orang yang shaum&rajin membaca Kitab-Nya di bulan ramadhan
Marhaban ya Ramadhan, maaf lahir dan bathin, selamat menjalankan ibadah PUASA

kekota jakarta hari selasa
pulang pergi naik kreta
s'hari lg kt puasa
mohon mf kalo ada salah kata...

Marhaban Ya Ramadhan :-)


Gersang bumi tanpa hujan..gersang akal tanpa ilmu,,gersang hati tanpa iman..gersang jiwa tanpa amal..
marhaban ya ramadhan…………….
selamat menunaikan ibadah puasa mohon maaf lahir dan bathin


Mpok rOGAYE Tibe2 kye
TeMen2 smUe Met puAse Yeee…….
Soto TumpAh Hrus dIelaPin
Klo aDa Slan Moon DimAAfin
ZiDan SukA DanDan
MarHaban Ya rAmaDhan,Kumpulan SMS-SMS Puasa 2012 BBM Lengkap bin Komplit

Marhaban yaa Ramadhan, pucuk selasih bertunas menjulang dahannya patah tolong betulkan, puasa Ramadhan kembali menjelang, salah dan khilaf mohon dimaafkan. Selamat Menunaikan Ibadah puasa

Hidup ini hanya sebentarlagi
bentar marah,bentar ketawa
betar berduit,bentar boke
bentar senang,bentar susah
ooo ye…bentar lagi bulan puasa
met ramadhan…mohon maaf lahir bathin


Semoga di bulan Ramadhan ini kita bisa beningkan hati seperti XL,
Dapat berpikir luas seperti SIMPATI,
memberi maaf secara cuma2 seperti AS,
memberi banyak kesempatan seperti IM3,
murah senyum seperti JEMPOL,
& yang palingg penting kita dpt berpikir cerah seeprti MENTARI.
Sebelum cahaya Illahi dipadamkan,
sebelum langit runtuh,
sebelum pintu taubat ditutup,
sebelum malaikat menjemput,
sebelum ramadhan tiba,
maaf kalau ada perkataan yg menyinggung sampai telinga panas seperti ESIA..


Berharap padi dalam lesung, yang ada cuma rumpun jerami,
harapan hati bertatap langsung, cuma terlayang sms ini.
Sebelum cahaya padam, Sebelum hidup berakhir,
Sebelum pintu tobat tertutup, Sebelum Ramadhan datang,
saya mohon maaf lahir dan bathin….

http://besteasyseo.blogspot.com/

Gelap malamMU ku terjaga, karnaMU ku bergerak melangkah menuju mentariMU, kusambut pemberianMU , dengan harapan kudapat keridoanMU……..
Slama menunaikan Ibadah Puasa……

SMS Ramadhan 2012 Terbaru Indah Menawan Puitis Penuh Cinta

Marhaban yang ramadhan..bln suci kembali tiba..saat tepat menyucikan diri dari segala dosa..tanpa basa basi mhn dimaafkan segala kesalahan

Jika semua HARTA adalah RACUN maka ZAKAT-lah penawarnya
Jika seluruh UMUR adalah DOSA maka TAQWA&TOBAT lah obatnya,
Jika seluruh BULAN adalah NODA maka RAMADHAN lah pemutihnya,MOHON MAAF LAHIR&BATHIN,SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA.

Pergilah keluh, ku tak mau berteman dengamu. Silahkan kesah, kau bukan takdirku… mujahadah adalah temanku, dakwah adalah nafasku, dan Allah adalah kasihku… Maafkan segala kesalahan

Mengingat Kata yang Salah, Hati yang Berprasangka, janji yang terlupakan,Sikap & Sifat yang menyakitkan, di hari ini ijinkanlah ku juga mengucapkan mohon maaf LAHIR DAN BATHIN

Pelanggan yang terhormat. Selamat menunaikan ibadah puasa 1930 H. Mohon maaf lahir dan batin.

Gelap malamMU ku terjaga, karnaMU ku bergerak melangkah menuju mentariMU, kusambut pemberianMU (“Marhaba YA Ramadhan”), dangan harapan kudapat keridoanMU……..
Slama menunaikan Ibadah Puasa……

Sebelum HCl jadi basa, NaOH jadi asam, NaCl jadi manis n glukosa jadi asin, hati selalu tertengadah mengharap titrasi maaf dari buret hatimu. Marhaban Ya Ramadhan

SMS Indah Puasa 1433H Ramadhan 1433 Hijriah

Anak melayu mengail ikan, perahu berlabuh ditengah lautan, sambil menunggu datangnya ramdhan jari ku susun mohon ampunan, selamat menyambut bulan suci ramadhan bagi semua umat muslim..

Mungkin hari-hari yang lewat telah menyisakan sebersit kenangan yang tak terlupa….., ada salah, ada khilaf, ada dosa yang mengikuti perjalanan hari-hari itu.
agar tak ada sesal, tak ada dendam, tak ada penyesalan ….
mari kita sama-sama sucikan hati,diri,dan jiwa kita.
Marhaban Yaa Ramadhan……
Berharap padi dalam lesung, yang ada cuma rumpun jerami,
harapan hati bertatap langsung, cuma terlayang sms ini.
Sebelum cahaya padam, Sebelum hidup berakhir,
Sebelum pintu tobat tertutup, Sebelum Ramadhan datang,
saya mohon maaf lahir dan bathin….

Bila hati saling terpaut rasa cinta terjalin indah
Bila salah & Khilaf telah terjadi maka Mohon Maaf
Lahir & Batin atas kesalahan,
“Marhaban Ya Ramadhan”
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa
Semoga kita selalu diberkahi dibulan yang penuh mahrifah

Thursday 12 July 2012

Apa Benar Tidak Diperbolehkan Puasa Tanggal 15 Sya'ban?


Pertanyaan:
Saya sudah biasa melaksanakan puasa Ayyamul Bidh pada setiap bulannya dengan izin Allah, Alhamdulillah. Dan pada bulan ini (Sya'ban) saat saya hendak berpuasa, ada seseorang yang menyampaikan kepada saya bahwa itu tidak boleh, termasuk bid'ah. Alasannya, dilarang berpuasa pada nisfu Sya'ban. Bagaimana persoalan ini yang sesungguhnya?
Pak Kris – Kav. Harapan Kita, Harapan Jaya, Bekasi Utara
Jawaban:
Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas segala limpahan nikmat-nikmat-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Pertama, Allah Ta'ala mengharamkan berkata tentang agama Allah tanpa ilmu. Bahkan Allah menyejajarkannya dengan dosa syirik dan kumpulan dosa-dosa besar. Allah Ta'ala berfirman,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
"Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui"." (QS. Al-A'raf: 33)
Dan di antara contoh berkata tentang Allah tanpa ilmu adalah seperti yang tercantum dalam pertanyaan, membid'ahkan puasa tiga hari pada bulan Sya'ban karena bertepatan dengan nisfu Sya'ban.
Kedua, disunnahkan berpuasa tiga hari setiap bulan. Paling utama dikerjakan pada Ayyamul Bidh, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata:
أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلَاثٍ لَا أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَصَلَاةِ الضُّحَى وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
"Kekasihku (Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam) mewasiatkan kepadaku tiga perkara yang tidak aku tinggalkan sampai aku meninggal: puasa tiga hari setiap bulan, shalat Dhuha, dan shalat witir sebelum tidur." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah bin 'Amru bin Al-'Ash, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya:
وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُومَ كُلَّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَإِنَّ لَكَ بِكُلِّ حَسَنَةٍ عَشْرَ أَمْثَالِهَا فَإِنَّ ذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
"Dan sesungguhnya cukuplah bagimu berpuasa tiga hari dari setiap bulan. Sesungguhnya amal kebajikan itu ganjarannya sepuluh kali lipat, seolah ia seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan al-Nasai)
Diriwayatkan dari Abi Dzarr Radhiyallahu 'Anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku:
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
"Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa tiga hari dari salah satu bulan, maka berpuasalah pada hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas." (HR. At Tirmidzi dan al-Nasai. Hadits ini dihassankan oleh al-Tirmidzi dan disetujui oleh Al-Albani dalam al-Irwa' no. 947)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: "Di dalam hadits disebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mewasiatkan Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu agar berpuasa tiga hari setiap bulan, lalu kapan dilaksanakan puasa tiga hari ini? Apakah harus dilaksanakan secara berturut-turut?
Beliau menjawab: puasa tiga hari ini boleh dikerjakan secara berturut-turut atau terpisah. Boleh dikerjakan pada awal bulan, di pertengahan bulan, atau pada akhirnya. Urusan ini cukup luas, dan segala puji bagi Allah, yang Rasulullah tidak (hanya) menetapkan (hari tertentu). 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha pernah ditanya: Apakah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berpuasa tiga hari pada setiap bulannya? Beliau menjawab, "Ya". Lalu ditanyakan lagi, "Hari-hari apa saja yang biasanya beliau melaksanakan shaum?" Aisyah pun menjawab: "Beliau shallallahu 'alaihi wasallam tidak terlalu memperhatikan hari keberapa dari setiap bulannya beliau melaksanakan shaum." (HR. Muslim no. 1160) Namun (pelaksanaannya pada) tanggal 13, 14, dan 15 adalah lebih utama, karena hari-hari tersebut adalah ayyam al-Bidh (hari-hari putih)." (Majmu' Fatawa Syaikh Ibn Utsaimin: no. 376)
Ketiga, Memperbanyak puasa pada bulan Sya'ban termasuk sunnah. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa memperbanyak puasa pada bulan ini. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
Dari Abu Salamah, Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyampaikan kepadanya: "
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ وَكَانَ يَقُولُ خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Adalah Beliau bersabda: "Kerjakan amal yang kamu mampu melakukannya, karena sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian merasa bosan".” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keempat, Mungkin yang dimaksud oleh orang yang melarang tersebut adalah karena dia mengetahui kalau Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang berpuasa pada pertengahan Sya'ban.
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُومُوا
"Apabila sudah pertengahan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa." (HR. Abu Dawud no. 3237, al-Tirmidzi no. 738, dan Ibnu Majah no. 1651. Dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Tirmidzi)
Sesungguhnya larangan ini bagi orang yang baru memulai puasa pada pertengahan kedua dari Sya'ban, sementara dia tidak memiliki kebiasaan berpuasa. Tapi siapa yang telah berpuasa pada pertengahan pertama, lalu berlanjut puasa pada pertengahan kedua, atau dia punya kebiasaan puasa rutin, maka tidak apa-apa melaksanakan puasa pada pertengahan kedua, seperti orang yang biasa berpuasa tiga hari setiap bulan atau puasa hari Senin dan Kamis. Dari sini sangat jelas atas pertanyaan di atas, boleh berpuasa Ayyamul Bidh atau puasa tiga hari perbulan di bulan Sya'ban, walaupun bertepatan dengan tanggal 15 Sya'ban atau pertengahan kedua dari bulan Sya'ban.
Kelima, Mungkin juga yang dilarang adalah menghususkan puasa di Nishfu (Pertengahan) Sya'bannya. Jika demikian maka hal itu benar. Karena berdasarkan penelitian para ulama, tidak didapatkan hadits shahih dan contoh yang jelas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau menghususkan hari tanggal 15 di bulan Sya'ban untuk berpuasa. Sementara dalil yang sering dijadikan sebagai landasan dari puasa ini adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radliyallahu 'anhu secara marfu' kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا
"Apabila tiba malam nishfu Sya'ban maka berdirilah shalat pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya." (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya no. 1388, dan ini adalah hadits Maudlu'. Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Dhaif Sunan Ibni Majah, "Lemah sekali atau maudlu –palsu-" no. 1388, sedangkan dalam al-Dhaifah no. 2132, beliau menyatakan dengan tegas bahwa sanadnya maudhu'.)
Namun jika seseorang memiliki kebiasaan berpuasa pada Ayyamul Bidh (di antaranya pada tanggal 15-nya), maka hendaknya dia melakukan amal shalih tersebut sebagaimana pada bulan-bulan yang lainnya. Ia tidak boleh menghususkannya dan tidak boleh mengadakan perbedaan dengan bulan-bulan lainnya, baik dari sisi niat atau pelaksanaannya. Karena menghususkan waktu tertentu untuk ibadah itu harus dengan dalil shahih. Jika tidak ada dalil shahih, maka hal itu menjadi bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan.
Maka siapa yang memiliki kebiasaan puasa pada Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), silahkan dia melaksanakannya di bulan Sya'ban sebagaimana ia berpuasa pada bulan-bulan lainnya, tidak menghususkan hari itu. Terlebih, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan puasa dan memperbanyak puasa pada bulan ini, tetapi beliau tidak melakukan penghususan pada tangal 15-nya. Dan puasa pada hari itu seperti berpuasa pada hari-hari lainnya. Wallahu Ta'ala A'lam.

Wednesday 11 July 2012

BAHASA INDONESIA TERANCAM PUNAH DI NEGERI SENDIRI (Artikel "Maaf, saya agak sulit bicara bahasa Indonesia" Oleh: Wieke Gur)

“Aunt Nina, I want to cut my hair, tapi mom bisa very very angry cause she likes my hair panjang”.

 Terselipnya kata-kata bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia di kalangan anak-anak kini bisa kita dengar dimana-mana. Hal ini bisa dipahami karena jumlah sekolah Internasional di Indonesia terutama di Jakarta kini semakin banyak. Sekolah-sekolah tersebut menggunakan kurikulum dari luar negeri dan bahasa pengantar sehari-hari yang dipakai adalah bahasa asing. Dan sekolah-sekolah tersebut bukan lagi monopoli orang asing. Orang tua pun kini merasa bangga jika anak-anak mereka sudah mulai menyelipkan kata-kata bahasa Inggris di dalam percakapannya sejak dini.

Menyelipkan kata-kata bahasa Inggris ke dalam percakapan bahasa Indonesia ternyata tidak hanya dilakukan oleh anak-anak. Kalau kita menonton acara wawancara resmi, dialog atau perdebatan politik dan ekonomi di televisi jarang sekali kita temukan satu wawancara atau dialog dimana baik yang melakukan wawancara maupun yang diwawancarai menggunakan seratus persen bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka tampak kewalahan untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia sepenuhnya. Selalu saja ada kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing yang diselipkan di sela-sela bahasa Indonesia. Demikian juga jika kita membaca laporan wawancara di koran atau majalah. Selalu ada kata-kata yang ditulis miring dalam kutipan wawancara yang menunjukkan bahwa kata yang ducapkan tersebut merupakan ungkapan asing.

   Apakah masyarakat Indonesia sudah menjadi masyarakat dwibahasawan? Seperti di Belgia yang menetapkan bahasa Belanda dan Perancis sebagai bahasa negara, Finlandia dengan bahasa Find dan bahasa Swedia? Atau di Montreal Kanada, dimana bahasa Inggris dan Perancis dipakai secara bergantian oleh warganya.? Rasanya tidak tepat menyimpulkan demikian. Karena yang terjadi saat ini adalah situasi dimana banyak masyarakat yang berbahasa Inggris tidak, berbahasa Indonesia pun tidak.

Fenomena lain yang terjadi adalah kenyataan bahwa para lulusan luar negeri umumnya lebih fasih berbahasa asing dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Kini timbul gejala di masyarakat dimana mereka merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia. Banyak yang merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna. Tidak sedikit yang menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik atau menganggap bahasa Indonesia tidak penting.

Bahasa Indonesia memang bukan bahasa ibu karena kita semua baru mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar setelah kita masuk sekolah. Bahasa ibu kita adalah bahasa informal daerah tempat kita dibesarkan. Dalam komunikasi sehari-hari masyarakat Indonesia tidak menggunakan bahasa Indonesia formal tetapi bahasa ibu, bahasa informal yang tidak memiliki aturan yang baku. Setiap orang bebas mencampur adukkan istilah. Dalam bahasa informal hal ini sah-sah saja.

    Sejak dulu masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang diglosik. Yaitu suatu keadaan dimana masyarakat menguasai dua bahasa atau lebih yang digunakan secara bergantian, namun masing-masing bahasa mempunyai peranannya masing-masing. Terdapat perbedaan yang sangat tajam di  masyarakat antara bahasa formal dengan bahasa informal. Kedua jenis bahasa tersebut digunakan pada situasi dan konteks yang juga berbeda.

     Menurut peta bahasa yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Depdiknas saat ini Indonesia memiliki lebih dari 746 bahasa daerah dan 17.508 pulau. Sebuah kekayaaan yang tidak ternilai. Namun kekayaan bahasa yang kita miliki ini juga berpotensi menjadi sebuah kelemahan yang dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk memecah belah bangsa.

     Di awal abad ke20 para pejuang kemerdekaan Indonesia sudah menyadari pentingnya kebutuhan satu bahasa nasional yang mampu menyatukan seluruh rakyat Indonesia jika negera ini ingin merdeka dari penjajahan Belanda. Dengan Sumpah Pemuda, pada tanggal 28 Oktober 1928, sekelompok pemuda tersebut bersumpah satu tumpah darah, satu bangsa dan satu bahasa, yaitu Indonesia.

Sebagai bahasa yang dipilih menjadi bahasa nasional, bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang lahir karena suatu keputusan dan perencanaan. Ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, Bahasa Indonesia pun resmi menjadi bahasa nasional dalam arti yang sesungguhnya. Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pemerintahan dan administrasi yang digunakan di dalam situasi formal seperti pidato, penulisan serta bahasa di media masa resmi seperti televisi, radio, koran dan majalah serta buku-buku. Bahasa formal juga bahasa yang digunakan sebagai media komunikasi di sekolah-sekolah dan universitas-universitas serta acara-acara resmi lainnya. Teks proklamasi kemerdekaan adalah dokumen resmi pemerintah pertama yang ditulis dalam bahasa Indonesia.

Dalam proses perkembangannya bahasa Indonesia berkembang menjadi tombak kekuatan yang menyatukan bangsa Indonesia. Sebuah proses yang menakjubkan dan dikagumi oleh banyak ahli bahasa di seluruh dunia. Bayangkan, rakyat suatu negara kepulauan yang terdiri dari berpuluh puluh suku dengan bahasanya yang berbeda beda berhasil digiring untuk menerima satu bahasa di luar bahasa daerah mereka sebagai bahasa persatuan bangsa, bahasa nasional. Tanpa konflik dan tanpa perdebatan.

Sejak jaman sebelum kemerdekaan, berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bahasa persatuan Indonesia telah dilakukan. Mulai dari perubahan ejaan, pengembangan peristilahan, penyusunan kamus besar bahasa Indonesia, hingga perumusan tata bahasa agar dicapai suatu bahasa yang standar yang dapat menjadi patokan seluruh jajaran masyarakat. Penelitian bahasa dan seminar serta kampanye penggunaaan bahasa Indonesia yang baik dan benar lewat pers, media televisi dan sekolah-sekolah terus dilakukan.

Semua pihak, setiap bidang dan setiap profesi bahu membahu memelihara bahasa Indonesia. Simak saja lagu anak-anak ‘Naik Delman’ yang diciptakan pak Kasur sebelum pembukaan Ganefo tahun 1962.

Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota.
Naik delman istimewa kududuk di muka
Duduk di samping pak kusir yang sedang bekerja
Mengendali kuda supaya baik jalannya
Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk
Tuk tik tak tik tuk tik tak  … suara sepatu kuda.

Bagi generasi yang lahir di tahun 50-an hingga 70-an, lagu ciptaan pak Kasur di atas adalah lagu yang sangat kental dengan masa kanak-kanak. Hingga kini, dimana sebagian besar sudah memasuki masa pensiun, lagu itu tidak pernah luntur dari ingatan. Perhatikanlah struktur dan tata bahasa serta kosa kata yang digunaan dalam syair lagu tersebut. Tanpa disadari  sejak kecil generasi ini sudah diajarkan bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar lewat lagu.

Di dalam pidato peringatan kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara pada tahun 1972 almarhum Presiden Soeharto bahkan dengan tegas menyatakan bahwa pembentukan bahasa Indonesia adalah tanggung jawab nasional karena bahasa yang baik berkaitan erat dengan pembangunan bangsa. Himbauan ini diulang setiap tahun di dalam setiap pidato peringatan kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara. Pemerintahan di era Suharto memang sangat gencar mengampanyekan penggunaan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Media masa seperti televisi, radio, majalah dan koran diwajibkan menjadi acuan masyarakat dalam berbahasa. Gedung – gedung dan perkantoran di Jakarta yang masih memakai nama yang berbau asing mendapat surat edaran keras dari pemerintah DKI Jaya agar segera membuang istilah yang tidak Indonesia itu. Dulu, seminggu sekali ada acara Pembinaan Bahasa Indonesia di televisi.

Kini keadaannya sudah berbeda. Jika kita mengitari pusat perbelanjaan atau deretan pertokoan Anda bisa lupa bahwa kita ada di Indonesia. Karena hampir tidak ada lagi gedung-gedung, toko-toko atau restoran-restoran yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai nama badan usahanya. Media cetak maupun eletronik semakin banyak yang berusaha meng-Inggris-kan rubrik-rubriknya. Semakin banyak pula perusahaan yang mulai beriklan dengan bahasa Inggris. Seperti ada konsep pemasaran yang tidak tertulis bahwa pasar akan lebih tertarik jika nama toko, tempat atau barang menggunakan bahasa Inggris karena terlihat lebih keren. Era reformasi dan demokrasi seperti membebaskan semuanya. Tidak ada lagi anjuran penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Seiring dengan terjadinya pergeseran ranah penggunaan bahasa Indonesia oleh bahasa Inggris, bahasa informal pun mulai mendominasi media cetak dan eletronik. Pengguna bahasa Indonesia yang baik dan benar terasa semakin langka.

Jadi, apakah yang terjadi dengan bahasa nasional kita? Kemana perginya bahasa Indonesia? Sudah begitu asingkah bahasa Indonesia di  negeri sendiri? Betulkah bahwa bahasa Indonesia itu miskin kosa kata sehingga lebih mudah mengungkap sesuatu dalam bahasa Inggris dibandingkan dengan bahasa Indonesia? Padahal KBBI revisi ke-4 yang diluncurkan 2008 pada Kongres Bahasa Ke-9 pada 28 Oktober 2008 yang lalu memuat sekitar 100.000 lema (entry) atau bertambah 22.000 lema hasil serapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Belum ada yang melakukan penelitian mengenai berapa persenkah rakyat Indonesia yang kini mampu berbicara dan menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.  Namun seorang kawan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pernah menyatakan keprihatiannya ketika dia harus lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membetulkan bahasa tulisan mahasiswa si pembuat skripsi daripada isi tulisan itu sendiri.

Indonesia sebagai sebuah kesatuan fisik, semangat dan jiwa bukanlah cita-cita yang terbentuk begitu saja. Pentingnya mempersatukan nusantara membuat  Gajah Mada pernah bersumpah lewat Sumpah Palapa: “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa“.

Sudah tidak ada lagikah kebanggaan kita pada bahasa Indonesia yang telah menyatukan kita semua? Sadarkah kita bahwa bahasa Indonesia juga adalah jati diri bangsa? Sudah lupakah kita pada Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda?

Kalau kita mau merenung sejenak, bahasa Indonesia itu memiliki kekuatan luar biasa yang mampu melampaui kekuatan militer. Dengan bahasa Indonesia yang mahir bung Tomo mampu membakar semangat para pejuang nasionalisme pada tanggal 10 Nopember 1945. Bung Karno, yang menguasai sedikitnya tujuh bahasa asing dengan baik, mampu menyuarakan seruan hatinya dengan bahasa Indonesia lewat pidato-pidatonya yang membahana dan memukau. Amunisi kata-katanya begitu kaya dan dalam. Kemampuannya membangun struktur kalimat dalam setiap pidatonya mampu membuat siapa pun yang mendengarnya merasakan tumbuhnya tunas semangat baru dalam hidupnya.

Di era pembangunan kita semua pun telah menjadi saksi bahwa bahasa mampu meredam gejolak ekonomi, mampu mengurangi sensitifitas sosial dan politik bahkan membalikkan sesuatu yang berkesan negatif menjadi positif.

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak popular dapat  kita hindari dengan menghaluskan ungkapan. Tentu kita semua masih ingat istilah “kenaikan harga” yang dihaluskan menjadi “penyesuaian harga” atau “gelandangan” yang memberikan konotasi merendahkan menjadi “tunawisma”.  Padahal kita semua tahu bahwa harga barang tetap naik walaupun namanya diganti menjadi “penyesuaian harga”, dan seorang gelandangan tidak menjadi lebih kaya walaupun istilahnya diganti menjadi “tunawisma”. Mengapa pemerintah kini malah mengeluarkan kebijakan dalam bahasa Inggris seperti ‘sunset policy’?

Lihat saja Amerika. Dengan kemampuannya berbahasa negara adidaya tersebut mampu mengarahkan kepentingan politiknya. Kejahatan perang disebut “war crimes”, tetapi kata tersebut pantang diucap kalau Israel yang melakukannya sehingga istilahnya berubah mejadi “violation of humanitarian law”. Pembunuhan warga sipil oleh tentara Amerika disebut “collateral damage” dan bukan “civil casualties” meskipun pembunuhan tersebut dilakukan dengan sengaja. Kesalahan tentara Amerika yang menembak kawan sendiri disebut “friendly fire” padahal yang sebenarnya terjadi adalah “negligent discharge”.

Bahasa Indonesia juga adalah bahasa yang mampu menjembatani jurang komunikasi antar suku yang memiliki bahasa daerah yang berbeda-beda. Sarana utama yang mewujudkan dan memelihara Bhinneka Tunggal Ika. Pemerintah tidak perlu menterjemahkan setiap kebijakan menjadi bahasa daerah yang berlain-lainan. Para peneliti, wisatawan, politisi, pengusaha dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya tidak perlu mempelajari bahasa daerah jika mereka mengunjungi daerah-daerah di seluruh pelosok Indonesia.

Goenawan Mohamad pernah menulis, “Jika kita bepergian ke pelbagai pelosok Indonesia, satu hal menolong kita: bahasa Indonesia. Ini saya alami baru-baru ini. Seandainya saya di India, saya harus memakai sejumlah bahasa lokal. Seandainya saya di Amerika, saya harus mengerti bahasa Spanyol selain bahasa Inggris.”

Jika kita tidak ingin Bahasa Indonesia menjadi bahasa asing di negeri kita sendiri maka keberadaannya senantiasa harus dipelihara, perkembangannya harus dicermati. Pengubahsuaian kosa kata dan struktur bahasa asing yang terserap ke dalam penggunaan sehari hari harus terus dilakukan. Namun Lembaga Bahasa, para ahli bahasa dan pencinta bahasa tidak bisa bergerak sendirian dan tidak akan mampu berjuang sendirian. Memelihara bahasa nasional memerlukan keterlibatan dan keputusan pemerintah dan pemimpin negara.

Bahasa Indonesia adalah anugerah Tuhan yang pantang kita sia-siakan. Bahasa persatuan yang dirumuskan dengan teliti lewat perjuangan darah, keringat, dan nyawa delapan puluh satu tahun yang lalu adalah sebuah keajaiban yang mampu menyatukan bangsa tanpa kekuatan politik dan militer yang tidak mampu dilakukan oleh negara mana pun. Tengok saja Negara tetangga kita Malaysia, Singapura, dan Filipina.  Bahasa Melayu dan Tagalog tidak mampu mencapai status sebagai bahasa nasional seperti Bahasa Indonesia di Indonesia karena kuatnya pengaruh bahasa Inggris. Pada sensus tahun 2001, pemerintah India harus mencetak formulir ke dalam 17 bahasa lokal.

Layakkah jika sosok-sosok yang duduk di pemerintahan tidak mampu berbahasa Indonesia? Relakah kita jika kedudukan bahasa Indonesia tergeser oleh bahasa asing seperti yang terjadi di Negara tetangga? Haruskah kita menunggu sampai UNESCO memasukkan bahasa Indonesia ke dalam daftar bahasa yang diancam kepunahan? Pantaskah kita tersinggung jika suatu hari negara tetangga kita mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mereka jika kita sendiri tidak memeliharanya?

Mari kita kembalikan lagi semangat Sumpah Pemuda di antara kita sebelum anak cucu kita berkata dengan lafal dan aksen asing,”Maaf, saya agak sulit bicara bahasa Indonesia … “.

Artikel ini dimuat di KOMPAS 22 Oktober 2009.

“Aunt Nina, I want to cut my hair, tapi mom bisa very very angry cause she likes my hair panjang”.

Terselipnya kata-kata bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia di kalangan anak-anak kini bisa kita dengar dimana-mana. Hal ini bisa dipahami karena jumlah sekolah Internasional di Indonesia terutama di Jakarta kini semakin banyak. Sekolah-sekolah tersebut menggunakan kurikulum dari luar negeri dan bahasa pengantar sehari-hari yang dipakai adalah bahasa asing. Dan sekolah-sekolah tersebut bukan lagi monopoli orang asing. Orang tua pun kini merasa bangga jika anak-anak mereka sudah mulai menyelipkan kata-kata bahasa Inggris di dalam percakapannya sejak dini.

Menyelipkan kata-kata bahasa Inggris ke dalam percakapan bahasa Indonesia ternyata tidak hanya dilakukan oleh anak-anak. Kalau kita menonton acara wawancara resmi, dialog atau perdebatan politik dan ekonomi di televisi jarang sekali kita temukan satu wawancara atau dialog dimana baik yang melakukan wawancara maupun yang diwawancarai menggunakan seratus persen bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka tampak kewalahan untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia sepenuhnya. Selalu saja ada kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing yang diselipkan di sela-sela bahasa Indonesia. Demikian juga jika kita membaca laporan wawancara di koran atau majalah. Selalu ada kata-kata yang ditulis miring dalam kutipan wawancara yang menunjukkan bahwa kata yang ducapkan tersebut merupakan ungkapan asing.

Apakah masyarakat Indonesia sudah menjadi masyarakat dwibahasawan? Seperti di Belgia yang menetapkan bahasa Belanda dan Perancis sebagai bahasa negara, Finlandia dengan bahasa Find dan bahasa Swedia? Atau di Montreal Kanada, dimana bahasa Inggris dan Perancis dipakai secara bergantian oleh warganya.? Rasanya tidak tepat menyimpulkan demikian. Karena yang terjadi saat ini adalah situasi dimana banyak masyarakat yang berbahasa Inggris tidak, berbahasa Indonesia pun tidak.

Fenomena lain yang terjadi adalah kenyataan bahwa para lulusan luar negeri umumnya lebih fasih berbahasa asing dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Kini timbul gejala di masyarakat dimana mereka merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia. Banyak yang merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna. Tidak sedikit yang menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik atau menganggap bahasa Indonesia tidak penting.

Bahasa Indonesia memang bukan bahasa ibu karena kita semua baru mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar setelah kita masuk sekolah. Bahasa ibu kita adalah bahasa informal daerah tempat kita dibesarkan. Dalam komunikasi sehari-hari masyarakat Indonesia tidak menggunakan bahasa Indonesia formal tetapi bahasa ibu, bahasa informal yang tidak memiliki aturan yang baku. Setiap orang bebas mencampur adukkan istilah. Dalam bahasa informal hal ini sah-sah saja.

Sejak dulu masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang diglosik. Yaitu suatu keadaan dimana masyarakat menguasai dua bahasa atau lebih yang digunakan secara bergantian, namun masing-masing bahasa mempunyai peranannya masing-masing. Terdapat perbedaan yang sangat tajam di  masyarakat antara bahasa formal dengan bahasa informal. Kedua jenis bahasa tersebut digunakan pada situasi dan konteks yang juga berbeda.

Menurut peta bahasa yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Depdiknas saat ini Indonesia memiliki lebih dari 746 bahasa daerah dan 17.508 pulau. Sebuah kekayaaan yang tidak ternilai. Namun kekayaan bahasa yang kita miliki ini juga berpotensi menjadi sebuah kelemahan yang dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk memecah belah bangsa.

Di awal abad ke20 para pejuang kemerdekaan Indonesia sudah menyadari pentingnya kebutuhan satu bahasa nasional yang mampu menyatukan seluruh rakyat Indonesia jika negera ini ingin merdeka dari penjajahan Belanda. Dengan Sumpah Pemuda, pada tanggal 28 Oktober 1928, sekelompok pemuda tersebut bersumpah satu tumpah darah, satu bangsa dan satu bahasa, yaitu Indonesia.

Sebagai bahasa yang dipilih menjadi bahasa nasional, bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang lahir karena suatu keputusan dan perencanaan. Ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, Bahasa Indonesia pun resmi menjadi bahasa nasional dalam arti yang sesungguhnya. Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pemerintahan dan administrasi yang digunakan di dalam situasi formal seperti pidato, penulisan serta bahasa di media masa resmi seperti televisi, radio, koran dan majalah serta buku-buku. Bahasa formal juga bahasa yang digunakan sebagai media komunikasi di sekolah-sekolah dan universitas-universitas serta acara-acara resmi lainnya. Teks proklamasi kemerdekaan adalah dokumen resmi pemerintah pertama yang ditulis dalam bahasa Indonesia.

Dalam proses perkembangannya bahasa Indonesia berkembang menjadi tombak kekuatan yang menyatukan bangsa Indonesia. Sebuah proses yang menakjubkan dan dikagumi oleh banyak ahli bahasa di seluruh dunia. Bayangkan, rakyat suatu negara kepulauan yang terdiri dari berpuluh puluh suku dengan bahasanya yang berbeda beda berhasil digiring untuk menerima satu bahasa di luar bahasa daerah mereka sebagai bahasa persatuan bangsa, bahasa nasional. Tanpa konflik dan tanpa perdebatan.

Sejak jaman sebelum kemerdekaan, berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bahasa persatuan Indonesia telah dilakukan. Mulai dari perubahan ejaan, pengembangan peristilahan, penyusunan kamus besar bahasa Indonesia, hingga perumusan tata bahasa agar dicapai suatu bahasa yang standar yang dapat menjadi patokan seluruh jajaran masyarakat. Penelitian bahasa dan seminar serta kampanye penggunaaan bahasa Indonesia yang baik dan benar lewat pers, media televisi dan sekolah-sekolah terus dilakukan.

Semua pihak, setiap bidang dan setiap profesi bahu membahu memelihara bahasa Indonesia. Simak saja lagu anak-anak ‘Naik Delman’ yang diciptakan pak Kasur sebelum pembukaan Ganefo tahun 1962.

Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota.
Naik delman istimewa kududuk di muka
Duduk di samping pak kusir yang sedang bekerja
Mengendali kuda supaya baik jalannya
Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk
Tuk tik tak tik tuk tik tak  … suara sepatu kuda.

Bagi generasi yang lahir di tahun 50-an hingga 70-an, lagu ciptaan pak Kasur di atas adalah lagu yang sangat kental dengan masa kanak-kanak. Hingga kini, dimana sebagian besar sudah memasuki masa pensiun, lagu itu tidak pernah luntur dari ingatan. Perhatikanlah struktur dan tata bahasa serta kosa kata yang digunaan dalam syair lagu tersebut. Tanpa disadari  sejak kecil generasi ini sudah diajarkan bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar lewat lagu.

Di dalam pidato peringatan kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara pada tahun 1972 almarhum Presiden Soeharto bahkan dengan tegas menyatakan bahwa pembentukan bahasa Indonesia adalah tanggung jawab nasional karena bahasa yang baik berkaitan erat dengan pembangunan bangsa. Himbauan ini diulang setiap tahun di dalam setiap pidato peringatan kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara. Pemerintahan di era Suharto memang sangat gencar mengampanyekan penggunaan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Media masa seperti televisi, radio, majalah dan koran diwajibkan menjadi acuan masyarakat dalam berbahasa. Gedung – gedung dan perkantoran di Jakarta yang masih memakai nama yang berbau asing mendapat surat edaran keras dari pemerintah DKI Jaya agar segera membuang istilah yang tidak Indonesia itu. Dulu, seminggu sekali ada acara Pembinaan Bahasa Indonesia di televisi.

Kini keadaannya sudah berbeda. Jika kita mengitari pusat perbelanjaan atau deretan pertokoan Anda bisa lupa bahwa kita ada di Indonesia. Karena hampir tidak ada lagi gedung-gedung, toko-toko atau restoran-restoran yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai nama badan usahanya. Media cetak maupun eletronik semakin banyak yang berusaha meng-Inggris-kan rubrik-rubriknya. Semakin banyak pula perusahaan yang mulai beriklan dengan bahasa Inggris. Seperti ada konsep pemasaran yang tidak tertulis bahwa pasar akan lebih tertarik jika nama toko, tempat atau barang menggunakan bahasa Inggris karena terlihat lebih keren. Era reformasi dan demokrasi seperti membebaskan semuanya. Tidak ada lagi anjuran penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Seiring dengan terjadinya pergeseran ranah penggunaan bahasa Indonesia oleh bahasa Inggris, bahasa informal pun mulai mendominasi media cetak dan eletronik. Pengguna bahasa Indonesia yang baik dan benar terasa semakin langka.

Jadi, apakah yang terjadi dengan bahasa nasional kita? Kemana perginya bahasa Indonesia? Sudah begitu asingkah bahasa Indonesia di  negeri sendiri? Betulkah bahwa bahasa Indonesia itu miskin kosa kata sehingga lebih mudah mengungkap sesuatu dalam bahasa Inggris dibandingkan dengan bahasa Indonesia? Padahal KBBI revisi ke-4 yang diluncurkan 2008 pada Kongres Bahasa Ke-9 pada 28 Oktober 2008 yang lalu memuat sekitar 100.000 lema (entry) atau bertambah 22.000 lema hasil serapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Belum ada yang melakukan penelitian mengenai berapa persenkah rakyat Indonesia yang kini mampu berbicara dan menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.  Namun seorang kawan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pernah menyatakan keprihatiannya ketika dia harus lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membetulkan bahasa tulisan mahasiswa si pembuat skripsi daripada isi tulisan itu sendiri.

Indonesia sebagai sebuah kesatuan fisik, semangat dan jiwa bukanlah cita-cita yang terbentuk begitu saja. Pentingnya mempersatukan nusantara membuat  Gajah Mada pernah bersumpah lewat Sumpah Palapa: “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa“.

Sudah tidak ada lagikah kebanggaan kita pada bahasa Indonesia yang telah menyatukan kita semua? Sadarkah kita bahwa bahasa Indonesia juga adalah jati diri bangsa? Sudah lupakah kita pada Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda?

Kalau kita mau merenung sejenak, bahasa Indonesia itu memiliki kekuatan luar biasa yang mampu melampaui kekuatan militer. Dengan bahasa Indonesia yang mahir bung Tomo mampu membakar semangat para pejuang nasionalisme pada tanggal 10 Nopember 1945. Bung Karno, yang menguasai sedikitnya tujuh bahasa asing dengan baik, mampu menyuarakan seruan hatinya dengan bahasa Indonesia lewat pidato-pidatonya yang membahana dan memukau. Amunisi kata-katanya begitu kaya dan dalam. Kemampuannya membangun struktur kalimat dalam setiap pidatonya mampu membuat siapa pun yang mendengarnya merasakan tumbuhnya tunas semangat baru dalam hidupnya.

Di era pembangunan kita semua pun telah menjadi saksi bahwa bahasa mampu meredam gejolak ekonomi, mampu mengurangi sensitifitas sosial dan politik bahkan membalikkan sesuatu yang berkesan negatif menjadi positif.

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak popular dapat  kita hindari dengan menghaluskan ungkapan. Tentu kita semua masih ingat istilah “kenaikan harga” yang dihaluskan menjadi “penyesuaian harga” atau “gelandangan” yang memberikan konotasi merendahkan menjadi “tunawisma”.  Padahal kita semua tahu bahwa harga barang tetap naik walaupun namanya diganti menjadi “penyesuaian harga”, dan seorang gelandangan tidak menjadi lebih kaya walaupun istilahnya diganti menjadi “tunawisma”. Mengapa pemerintah kini malah mengeluarkan kebijakan dalam bahasa Inggris seperti ‘sunset policy’?

Lihat saja Amerika. Dengan kemampuannya berbahasa negara adidaya tersebut mampu mengarahkan kepentingan politiknya. Kejahatan perang disebut “war crimes”, tetapi kata tersebut pantang diucap kalau Israel yang melakukannya sehingga istilahnya berubah mejadi “violation of humanitarian law”. Pembunuhan warga sipil oleh tentara Amerika disebut “collateral damage” dan bukan “civil casualties” meskipun pembunuhan tersebut dilakukan dengan sengaja. Kesalahan tentara Amerika yang menembak kawan sendiri disebut “friendly fire” padahal yang sebenarnya terjadi adalah “negligent discharge”.

Bahasa Indonesia juga adalah bahasa yang mampu menjembatani jurang komunikasi antar suku yang memiliki bahasa daerah yang berbeda-beda. Sarana utama yang mewujudkan dan memelihara Bhinneka Tunggal Ika. Pemerintah tidak perlu menterjemahkan setiap kebijakan menjadi bahasa daerah yang berlain-lainan. Para peneliti, wisatawan, politisi, pengusaha dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya tidak perlu mempelajari bahasa daerah jika mereka mengunjungi daerah-daerah di seluruh pelosok Indonesia.

Goenawan Mohamad pernah menulis, “Jika kita bepergian ke pelbagai pelosok Indonesia, satu hal menolong kita: bahasa Indonesia. Ini saya alami baru-baru ini. Seandainya saya di India, saya harus memakai sejumlah bahasa lokal. Seandainya saya di Amerika, saya harus mengerti bahasa Spanyol selain bahasa Inggris.”

Jika kita tidak ingin Bahasa Indonesia menjadi bahasa asing di negeri kita sendiri maka keberadaannya senantiasa harus dipelihara, perkembangannya harus dicermati. Pengubahsuaian kosa kata dan struktur bahasa asing yang terserap ke dalam penggunaan sehari hari harus terus dilakukan. Namun Lembaga Bahasa, para ahli bahasa dan pencinta bahasa tidak bisa bergerak sendirian dan tidak akan mampu berjuang sendirian. Memelihara bahasa nasional memerlukan keterlibatan dan keputusan pemerintah dan pemimpin negara.

Bahasa Indonesia adalah anugerah Tuhan yang pantang kita sia-siakan. Bahasa persatuan yang dirumuskan dengan teliti lewat perjuangan darah, keringat, dan nyawa delapan puluh satu tahun yang lalu adalah sebuah keajaiban yang mampu menyatukan bangsa tanpa kekuatan politik dan militer yang tidak mampu dilakukan oleh negara mana pun. Tengok saja Negara tetangga kita Malaysia, Singapura, dan Filipina.  Bahasa Melayu dan Tagalog tidak mampu mencapai status sebagai bahasa nasional seperti Bahasa Indonesia di Indonesia karena kuatnya pengaruh bahasa Inggris. Pada sensus tahun 2001, pemerintah India harus mencetak formulir ke dalam 17 bahasa lokal.

Layakkah jika sosok-sosok yang duduk di pemerintahan tidak mampu berbahasa Indonesia? Relakah kita jika kedudukan bahasa Indonesia tergeser oleh bahasa asing seperti yang terjadi di Negara tetangga? Haruskah kita menunggu sampai UNESCO memasukkan bahasa Indonesia ke dalam daftar bahasa yang diancam kepunahan? Pantaskah kita tersinggung jika suatu hari negara tetangga kita mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mereka jika kita sendiri tidak memeliharanya?

Mari kita kembalikan lagi semangat Sumpah Pemuda di antara kita sebelum anak cucu kita berkata dengan lafal dan aksen asing,”Maaf, saya agak sulit bicara bahasa Indonesia … “.

Artikel ini dimuat di KOMPAS 22 Oktober 2009.

“Aunt Nina, I want to cut my hair, tapi mom bisa very very angry cause she likes my hair panjang”.

Terselipnya kata-kata bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia di kalangan anak-anak kini bisa kita dengar dimana-mana. Hal ini bisa dipahami karena jumlah sekolah Internasional di Indonesia terutama di Jakarta kini semakin banyak. Sekolah-sekolah tersebut menggunakan kurikulum dari luar negeri dan bahasa pengantar sehari-hari yang dipakai adalah bahasa asing. Dan sekolah-sekolah tersebut bukan lagi monopoli orang asing. Orang tua pun kini merasa bangga jika anak-anak mereka sudah mulai menyelipkan kata-kata bahasa Inggris di dalam percakapannya sejak dini.

Menyelipkan kata-kata bahasa Inggris ke dalam percakapan bahasa Indonesia ternyata tidak hanya dilakukan oleh anak-anak. Kalau kita menonton acara wawancara resmi, dialog atau perdebatan politik dan ekonomi di televisi jarang sekali kita temukan satu wawancara atau dialog dimana baik yang melakukan wawancara maupun yang diwawancarai menggunakan seratus persen bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka tampak kewalahan untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia sepenuhnya. Selalu saja ada kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing yang diselipkan di sela-sela bahasa Indonesia. Demikian juga jika kita membaca laporan wawancara di koran atau majalah. Selalu ada kata-kata yang ditulis miring dalam kutipan wawancara yang menunjukkan bahwa kata yang ducapkan tersebut merupakan ungkapan asing.

Apakah masyarakat Indonesia sudah menjadi masyarakat dwibahasawan? Seperti di Belgia yang menetapkan bahasa Belanda dan Perancis sebagai bahasa negara, Finlandia dengan bahasa Find dan bahasa Swedia? Atau di Montreal Kanada, dimana bahasa Inggris dan Perancis dipakai secara bergantian oleh warganya.? Rasanya tidak tepat menyimpulkan demikian. Karena yang terjadi saat ini adalah situasi dimana banyak masyarakat yang berbahasa Inggris tidak, berbahasa Indonesia pun tidak.

Fenomena lain yang terjadi adalah kenyataan bahwa para lulusan luar negeri umumnya lebih fasih berbahasa asing dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Kini timbul gejala di masyarakat dimana mereka merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia. Banyak yang merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna. Tidak sedikit yang menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik atau menganggap bahasa Indonesia tidak penting.

Bahasa Indonesia memang bukan bahasa ibu karena kita semua baru mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar setelah kita masuk sekolah. Bahasa ibu kita adalah bahasa informal daerah tempat kita dibesarkan. Dalam komunikasi sehari-hari masyarakat Indonesia tidak menggunakan bahasa Indonesia formal tetapi bahasa ibu, bahasa informal yang tidak memiliki aturan yang baku. Setiap orang bebas mencampur adukkan istilah. Dalam bahasa informal hal ini sah-sah saja.

Sejak dulu masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang diglosik. Yaitu suatu keadaan dimana masyarakat menguasai dua bahasa atau lebih yang digunakan secara bergantian, namun masing-masing bahasa mempunyai peranannya masing-masing. Terdapat perbedaan yang sangat tajam di  masyarakat antara bahasa formal dengan bahasa informal. Kedua jenis bahasa tersebut digunakan pada situasi dan konteks yang juga berbeda.

Menurut peta bahasa yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Depdiknas saat ini Indonesia memiliki lebih dari 746 bahasa daerah dan 17.508 pulau. Sebuah kekayaaan yang tidak ternilai. Namun kekayaan bahasa yang kita miliki ini juga berpotensi menjadi sebuah kelemahan yang dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk memecah belah bangsa.

Di awal abad ke20 para pejuang kemerdekaan Indonesia sudah menyadari pentingnya kebutuhan satu bahasa nasional yang mampu menyatukan seluruh rakyat Indonesia jika negera ini ingin merdeka dari penjajahan Belanda. Dengan Sumpah Pemuda, pada tanggal 28 Oktober 1928, sekelompok pemuda tersebut bersumpah satu tumpah darah, satu bangsa dan satu bahasa, yaitu Indonesia.

Sebagai bahasa yang dipilih menjadi bahasa nasional, bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang lahir karena suatu keputusan dan perencanaan. Ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, Bahasa Indonesia pun resmi menjadi bahasa nasional dalam arti yang sesungguhnya. Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pemerintahan dan administrasi yang digunakan di dalam situasi formal seperti pidato, penulisan serta bahasa di media masa resmi seperti televisi, radio, koran dan majalah serta buku-buku. Bahasa formal juga bahasa yang digunakan sebagai media komunikasi di sekolah-sekolah dan universitas-universitas serta acara-acara resmi lainnya. Teks proklamasi kemerdekaan adalah dokumen resmi pemerintah pertama yang ditulis dalam bahasa Indonesia.

Dalam proses perkembangannya bahasa Indonesia berkembang menjadi tombak kekuatan yang menyatukan bangsa Indonesia. Sebuah proses yang menakjubkan dan dikagumi oleh banyak ahli bahasa di seluruh dunia. Bayangkan, rakyat suatu negara kepulauan yang terdiri dari berpuluh puluh suku dengan bahasanya yang berbeda beda berhasil digiring untuk menerima satu bahasa di luar bahasa daerah mereka sebagai bahasa persatuan bangsa, bahasa nasional. Tanpa konflik dan tanpa perdebatan.

Sejak jaman sebelum kemerdekaan, berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bahasa persatuan Indonesia telah dilakukan. Mulai dari perubahan ejaan, pengembangan peristilahan, penyusunan kamus besar bahasa Indonesia, hingga perumusan tata bahasa agar dicapai suatu bahasa yang standar yang dapat menjadi patokan seluruh jajaran masyarakat. Penelitian bahasa dan seminar serta kampanye penggunaaan bahasa Indonesia yang baik dan benar lewat pers, media televisi dan sekolah-sekolah terus dilakukan.

Semua pihak, setiap bidang dan setiap profesi bahu membahu memelihara bahasa Indonesia. Simak saja lagu anak-anak ‘Naik Delman’ yang diciptakan pak Kasur sebelum pembukaan Ganefo tahun 1962.

Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota.
Naik delman istimewa kududuk di muka
Duduk di samping pak kusir yang sedang bekerja
Mengendali kuda supaya baik jalannya
Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk
Tuk tik tak tik tuk tik tak  … suara sepatu kuda.

Bagi generasi yang lahir di tahun 50-an hingga 70-an, lagu ciptaan pak Kasur di atas adalah lagu yang sangat kental dengan masa kanak-kanak. Hingga kini, dimana sebagian besar sudah memasuki masa pensiun, lagu itu tidak pernah luntur dari ingatan. Perhatikanlah struktur dan tata bahasa serta kosa kata yang digunaan dalam syair lagu tersebut. Tanpa disadari  sejak kecil generasi ini sudah diajarkan bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar lewat lagu.

Di dalam pidato peringatan kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara pada tahun 1972 almarhum Presiden Soeharto bahkan dengan tegas menyatakan bahwa pembentukan bahasa Indonesia adalah tanggung jawab nasional karena bahasa yang baik berkaitan erat dengan pembangunan bangsa. Himbauan ini diulang setiap tahun di dalam setiap pidato peringatan kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara. Pemerintahan di era Suharto memang sangat gencar mengampanyekan penggunaan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Media masa seperti televisi, radio, majalah dan koran diwajibkan menjadi acuan masyarakat dalam berbahasa. Gedung – gedung dan perkantoran di Jakarta yang masih memakai nama yang berbau asing mendapat surat edaran keras dari pemerintah DKI Jaya agar segera membuang istilah yang tidak Indonesia itu. Dulu, seminggu sekali ada acara Pembinaan Bahasa Indonesia di televisi.

Kini keadaannya sudah berbeda. Jika kita mengitari pusat perbelanjaan atau deretan pertokoan Anda bisa lupa bahwa kita ada di Indonesia. Karena hampir tidak ada lagi gedung-gedung, toko-toko atau restoran-restoran yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai nama badan usahanya. Media cetak maupun eletronik semakin banyak yang berusaha meng-Inggris-kan rubrik-rubriknya. Semakin banyak pula perusahaan yang mulai beriklan dengan bahasa Inggris. Seperti ada konsep pemasaran yang tidak tertulis bahwa pasar akan lebih tertarik jika nama toko, tempat atau barang menggunakan bahasa Inggris karena terlihat lebih keren. Era reformasi dan demokrasi seperti membebaskan semuanya. Tidak ada lagi anjuran penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Seiring dengan terjadinya pergeseran ranah penggunaan bahasa Indonesia oleh bahasa Inggris, bahasa informal pun mulai mendominasi media cetak dan eletronik. Pengguna bahasa Indonesia yang baik dan benar terasa semakin langka.

Jadi, apakah yang terjadi dengan bahasa nasional kita? Kemana perginya bahasa Indonesia? Sudah begitu asingkah bahasa Indonesia di  negeri sendiri? Betulkah bahwa bahasa Indonesia itu miskin kosa kata sehingga lebih mudah mengungkap sesuatu dalam bahasa Inggris dibandingkan dengan bahasa Indonesia? Padahal KBBI revisi ke-4 yang diluncurkan 2008 pada Kongres Bahasa Ke-9 pada 28 Oktober 2008 yang lalu memuat sekitar 100.000 lema (entry) atau bertambah 22.000 lema hasil serapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Belum ada yang melakukan penelitian mengenai berapa persenkah rakyat Indonesia yang kini mampu berbicara dan menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.  Namun seorang kawan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pernah menyatakan keprihatiannya ketika dia harus lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membetulkan bahasa tulisan mahasiswa si pembuat skripsi daripada isi tulisan itu sendiri.

Indonesia sebagai sebuah kesatuan fisik, semangat dan jiwa bukanlah cita-cita yang terbentuk begitu saja. Pentingnya mempersatukan nusantara membuat  Gajah Mada pernah bersumpah lewat Sumpah Palapa: “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa“.

Sudah tidak ada lagikah kebanggaan kita pada bahasa Indonesia yang telah menyatukan kita semua? Sadarkah kita bahwa bahasa Indonesia juga adalah jati diri bangsa? Sudah lupakah kita pada Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda?

Kalau kita mau merenung sejenak, bahasa Indonesia itu memiliki kekuatan luar biasa yang mampu melampaui kekuatan militer. Dengan bahasa Indonesia yang mahir bung Tomo mampu membakar semangat para pejuang nasionalisme pada tanggal 10 Nopember 1945. Bung Karno, yang menguasai sedikitnya tujuh bahasa asing dengan baik, mampu menyuarakan seruan hatinya dengan bahasa Indonesia lewat pidato-pidatonya yang membahana dan memukau. Amunisi kata-katanya begitu kaya dan dalam. Kemampuannya membangun struktur kalimat dalam setiap pidatonya mampu membuat siapa pun yang mendengarnya merasakan tumbuhnya tunas semangat baru dalam hidupnya.

Di era pembangunan kita semua pun telah menjadi saksi bahwa bahasa mampu meredam gejolak ekonomi, mampu mengurangi sensitifitas sosial dan politik bahkan membalikkan sesuatu yang berkesan negatif menjadi positif.

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak popular dapat  kita hindari dengan menghaluskan ungkapan. Tentu kita semua masih ingat istilah “kenaikan harga” yang dihaluskan menjadi “penyesuaian harga” atau “gelandangan” yang memberikan konotasi merendahkan menjadi “tunawisma”.  Padahal kita semua tahu bahwa harga barang tetap naik walaupun namanya diganti menjadi “penyesuaian harga”, dan seorang gelandangan tidak menjadi lebih kaya walaupun istilahnya diganti menjadi “tunawisma”. Mengapa pemerintah kini malah mengeluarkan kebijakan dalam bahasa Inggris seperti ‘sunset policy’?

Lihat saja Amerika. Dengan kemampuannya berbahasa negara adidaya tersebut mampu mengarahkan kepentingan politiknya. Kejahatan perang disebut “war crimes”, tetapi kata tersebut pantang diucap kalau Israel yang melakukannya sehingga istilahnya berubah mejadi “violation of humanitarian law”. Pembunuhan warga sipil oleh tentara Amerika disebut “collateral damage” dan bukan “civil casualties” meskipun pembunuhan tersebut dilakukan dengan sengaja. Kesalahan tentara Amerika yang menembak kawan sendiri disebut “friendly fire” padahal yang sebenarnya terjadi adalah “negligent discharge”.

Bahasa Indonesia juga adalah bahasa yang mampu menjembatani jurang komunikasi antar suku yang memiliki bahasa daerah yang berbeda-beda. Sarana utama yang mewujudkan dan memelihara Bhinneka Tunggal Ika. Pemerintah tidak perlu menterjemahkan setiap kebijakan menjadi bahasa daerah yang berlain-lainan. Para peneliti, wisatawan, politisi, pengusaha dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya tidak perlu mempelajari bahasa daerah jika mereka mengunjungi daerah-daerah di seluruh pelosok Indonesia.

Goenawan Mohamad pernah menulis, “Jika kita bepergian ke pelbagai pelosok Indonesia, satu hal menolong kita: bahasa Indonesia. Ini saya alami baru-baru ini. Seandainya saya di India, saya harus memakai sejumlah bahasa lokal. Seandainya saya di Amerika, saya harus mengerti bahasa Spanyol selain bahasa Inggris.”

Jika kita tidak ingin Bahasa Indonesia menjadi bahasa asing di negeri kita sendiri maka keberadaannya senantiasa harus dipelihara, perkembangannya harus dicermati. Pengubahsuaian kosa kata dan struktur bahasa asing yang terserap ke dalam penggunaan sehari hari harus terus dilakukan. Namun Lembaga Bahasa, para ahli bahasa dan pencinta bahasa tidak bisa bergerak sendirian dan tidak akan mampu berjuang sendirian. Memelihara bahasa nasional memerlukan keterlibatan dan keputusan pemerintah dan pemimpin negara.

Bahasa Indonesia adalah anugerah Tuhan yang pantang kita sia-siakan. Bahasa persatuan yang dirumuskan dengan teliti lewat perjuangan darah, keringat, dan nyawa delapan puluh satu tahun yang lalu adalah sebuah keajaiban yang mampu menyatukan bangsa tanpa kekuatan politik dan militer yang tidak mampu dilakukan oleh negara mana pun. Tengok saja Negara tetangga kita Malaysia, Singapura, dan Filipina.  Bahasa Melayu dan Tagalog tidak mampu mencapai status sebagai bahasa nasional seperti Bahasa Indonesia di Indonesia karena kuatnya pengaruh bahasa Inggris. Pada sensus tahun 2001, pemerintah India harus mencetak formulir ke dalam 17 bahasa lokal.

Layakkah jika sosok-sosok yang duduk di pemerintahan tidak mampu berbahasa Indonesia? Relakah kita jika kedudukan bahasa Indonesia tergeser oleh bahasa asing seperti yang terjadi di Negara tetangga? Haruskah kita menunggu sampai UNESCO memasukkan bahasa Indonesia ke dalam daftar bahasa yang diancam kepunahan? Pantaskah kita tersinggung jika suatu hari negara tetangga kita mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mereka jika kita sendiri tidak memeliharanya?

Mari kita kembalikan lagi semangat Sumpah Pemuda di antara kita sebelum anak cucu kita berkata dengan lafal dan aksen asing,”Maaf, saya agak sulit bicara bahasa Indonesia … “.

sumber: Wieke Gur, http://bahasakita.com/2009/11/06/maaf-saya-agak-sulit-bicara-bahasa-indonesia/

Artikel ini dimuat di KOMPAS 22 Oktober 2009.