Sebagai mana yang
telah disebutkan diatas bahwa bahan bakar adalah bahan yang dikonsumsikan untuk
menghasilkan sejumlah energi panas, di dalam proses pembakaran didapat suhu
yang tinggi dari hasil proses tersebut,
dan karena perbedaan suhu antara titik dimana proses pembakaran terjadi dan
lingkungannya maka terjadi perpindahan energi yang berupa panas. Jumlah
enegi maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar melalui reaksi pembakaran
sempurna persatuan masa atau volume bahan bakar didefinisikan sebagai nilai
kalor bahan bakar .
Ditinjau
dari H2O yang merupakan salah satu produk proses pembakaran nilai
kalor bahan bakar dapat dibedakan atas :
a.
Nilai kalor atas (NKA) yaitu bila nilai produk pembakaran dalam fase
cair (jenuh).
b.
Nilai kalor bawah (NKB) jika H2O produk pembakaran dalam fase
gas
Selisih
antara NKA dan NKB merupakan panas laten penguapan total masa air yang
dihasilkan oleh proses pembakaran satu satuan massa atau volume suatu bahan bakar
Nilai kalor dari bahan bakar diesel dapat diukur dengan bom kalori meter . untuk
memproleh perkiraan nilai panasnya bisa dipakai rumus empiris dibawah ini
HHV
= 18650 + 40 ( API
- 10 ) btu/lb
Cetane rating adalah suatu indek yang biasa dipergunakan bagi
bahan bakar motor diesel, untuk menunjukkan tingkat kepekaan terhadap denotasi.
Cetane normal (C16H34)
dan a-metyl napta lena (C10H7CH3)
dipergunakan sebagai bahan bakar standar pengukur , berturut turut menunjukkan
bahan bakar yang sukar dan mudah berdenotasi
Bahan bakar diesel merupakan pencampuran dari hidrokarbon penyulingan
ringan (light distillate hydrocarbons)
dengan titik didih yang lebih tinggi dari bensin. (Borman et. al.,1998). Bahan bakar yang di jual di pasaran adalah dari
hasil distilasi langsung (straight-run),
perengkahan (cracking) atau merupakan
campuran (blending). (Tjokrowisastro
dkk, 1990)
Secara umum pengamatan yang dapat dilakukan terhadap bahan bakar diesel
adalah mengenai: (Tjokrowisastro dkk, 1990)
1.
Karakteristik ketukan: bahan bakar diesel harus
mempunyai cetane rating (angka cetana)
yang cukup tinggi untuk menghindari knocking.
2.
Karakteristik starting: bahan bakar dapat
memberikan/membuat mesin mudah distart dengan demikian bahan bakar harus
mempunyai tingkat volatility yang
tinggi, membentuk campuran yang mudah terbakar dengan cepat , cetane rating yang tinggi sehingga suhu
penyalaannya rendah.
3.
Asap dan bau: bahan bakar harus tidak mempunyai
kecenderungan membentuk asap dan berbau pada gas buangnya. Secara umum bahan
bakar yang mempunyai volatility
(kemampuan penguapan) yang baik akan terbakar dengan cukup sempurna hingga
tidak terbentuk asap.
4.
Korosi dan keausan: bahan bakar harus tidak menyebabkan
korosi sebelum pembakaran atau korosi dan keausan sesudah pembakaran. Hal ini
berhubungan dengan kandungan belerang, abu dan residu dalam bahan bakar.
5.
Mudah di handle:
bahan bakar harus mudah mengalir dan mempunyai titik nyala (flash point) yang tinggi supaya aman.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut diatas, perlu dilakukan uji pada
bahan bakar diesel meliputi:
1.
Viskositas
Viskositas bahan bakar mempunyai pengaruh yang besar
terhadap bentuk dari semprotan bahan bakar. Dimana untuk bahan bakar dengan
viskositas yang tinggi akan memberikan atomisasi yang rendah sehingga
memberikan hasil mesin sulit distart
dan gas buang yang berasap. Jika viskositas bahan bakar rendah akan terjadi
kebocoran pada pompa bahan bakarnya dan mempercepat keausan pada komponen pompa
dan injektor bahan bakar. Untuk mesin dengan kecepatan tinggi diinginkan bahan
bakar dengan SU Viscosity 35 – 75 sec (60 ml pada suhu 100oF).
2.
Belerang
Diketahui bahwa kadar belerang dalam bahan bakar adalah
penyebab keausan pada bagian-bagian mesin, karena dalam proses pembakaran
dengan jumlah pemasukan (excess)
udara yang besar akan terbentuk belerang trioksida (SO3) yang
apabila bereaksi dengan minyak pelumas akan membentuk varnish yang keras dan juga karbon, yang apabila bereaksi dengan H2O
akan membentuk asam belerang.
Keausan terjadi karena asam yang korosif dan gerusan oleh
material karbon yang terbentuk. Kandungan belerang dibatasi secara ekonomis
sampai 0,5%.
3.
Residu Karbon
Apabila bahan bakar dibakar dengan sejumlah oksigen yang
terbatas akan menghasilkan residu berupa karbon. Residu karbon yang tinggi akan
membentuk deposit pada ruang bakar. Untuk mengukur residu karbon dilakukan
dengan Conradson Carbon Test dimana
bahan bakar dipanaskan pada suhu tinggi dalam waktu yang lama, sebagian dari
bahan yang tersisa merupakan residu karbon. Untuk light distillate oil kira-kira 10% dari bahan yang tersisa
merupakan residu karbon.
4.
Abu (ash)
Abu merupakan
residu dari bahan bakar yang tidak bisa dibakar, merupakan penyebab keausan
karena abrasiveness dari abu.
5.
Air dan Sedium
Kebersihan dari bahan bakar diesel merupakan syarat
mutlak, karena kotoran dan air adalah penyebab keausan pada sistem pompa
bakarnya. Air garam terutama merupakan bahan yang korosif.
6.
Flash Point
Flash Point (titik penyalaan)
merupakan faktor penting untuk keamanan terhadap kebakaran. Minyak bakar
mempunyai flash point 150 – 300 oF.
7.
Distillation
Untuk
mengetahui tingkat volatility dari bahan bakar salah satunya diukur dengan cara
distilasi. Suhu dimana seluruh bahan bakar habis diuapkan (hingga tertinggal residu) dinamakan end-point temperature. Karakteristik
yang paling penting adalah suhu yang rendah untuk 50%,90% distilasi dan end-point temperature, dimana diinginkan
end-point temperature kurang dari 700
oF.
8.
Ignition Quality
Kemampuan bahan bakar untuk mudah dinyalakan
disebut ignition quality. Untuk
mengkorelasikan antara sifat fisis dari bahan bakar dan cetane rating, digunakan angka indeks yaitu Diesel index, karena bahan bakar paraffin mempunyai cetane rating yang tinggi maka bisa
disimpulkan bahwa adanya paraffin compound
dalam bahan bakar berhubungan dengan ignition
quality.
Diesel Index dan cetane rating dari bahan bakar untuk diesel putaran tinggi adalah
40 – 60, dimana angka cetana kurang dari 40 akan terjadi knocking.
Angka cetana pada bahan bakar diesel merupakan bilangan yang menyatakan
perlambatan penyalaan (ignition delay)
dibandingkan dengan campuran volumetric cetana dan alpha methyl naphthalene
pada mesin CFR Engine dibawah kondisi
yang sama. (Tjokrowisastro dkk, 1990)
Kemampuan bahan bakar untuk tidak berdetonasi secara kasar merupakan
kesebandingan dengan temperatur penyalaan sendiri (self-ignition temperature), sehingga bahan bakar yang kurang baik
untuk motor bensin merupakan bahan bakar yang baik untuk motor diesel. Dalam
hal ini hexadecane (cetana) – C10H34
mempunyai temperatur penyalaan sendiri yang rendah merupakan bahan bakar yang
bagus untuk mesin diesel. (Tjokrowisastro dkk, 1990)
5. Proses Pembakaran
Untuk membakar bahan bakar secara efisien dalam ruang
pembakaran , harus terdapat sbb:
·
Cukup campuran oksigen dan
membakar semua bahan bakar (oksigen memasuki silinder dengan udara dari inlet manifold).
·
Bahan bakar dipecah kedalam
butiran-butiran kecil dan dapat bercampur secara mudah dengan oksigen.
·
Bunga api/spark atau temperatur
yang tinggi menyebabkan campuran bahan bakar dan udara terbakar. Pada motor
bensin , spark menyulut bahan bakar dan dalam motor diesel temperatur udara
tinggi menyulut bahan bakar.
Jika salah satu dari ketiga kondisi di atas tidak
terpenuhi , maka bahan bakar tidak akan terbakar. Sistim bahan bakar memberikan
waktu detik untuk kondisi tersebut.
2 komentar:
I like your article in this blog and it's very interesting.
togelpelangi
I still liked this article, good, good content, and unique design.Thank you for sharing the article.
aladinqq
Post a Comment